Sabtu, 09 Februari 2013


Mata Kuliah  :  Pengelolaan Tenaga Kependidikan

STRUKTUR ORGANISASI DAN PROYEKSI TENAGA KEPENDIDIKAN
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Organisasi dapat diartikan sebagai pemberian struktur/susunan, terutama dalam penempatan personel, yang dihubungkan dengan garis kekuasaan dan tanggung jawab di dalam keseluruhan organisasi. Struktur organisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran di setiap Negara berbeda-beda. Hal ini tergantung pada struktur organisasi dan administrasi pemerintahan Negara masing-masing. Di dalam Negara yang bentuk pemerintahan dan struktur organisasi pemerintahannya cendrung kearah kediktatoran, di mana segala kekuasaan di pusatkan pada satu orang atau segolongan orang, struktur organisasi pendidikannyapun cendrung kearah sentralisasi. Segala sesuatu yang menyangkut bidang pendidikan, ditentukan dan diselenggarakan oleh pusat secara sentral.
Sebaliknya, dalam negara-negara yang menganut sistem demokrasi dalam pemerintahannya, struktur organisasi pendidikannya disusun menurut pola-pola demokratis. Kekuasaan dan penyelenggaraan pendidikan tidak dilakukan sencara sentral, tetapi dibagi-bagikan atau diserahkan kepada daerah-daerah yang disesuaikan dengan kondisi dan kepentingan daerah.[1]
Struktur organisasi pendidikan yang pokok ada dua macam,yaitu : sentralisasi dan desentralisasi. Di antara kedua struktur tersebut terdapa
Beberapa struktur campuran, yakni yang lebih cendrung kearah sentralisasi mutlak, dan lebih mendekat disentralisasi tetapi beberapa bagian masih diselenggarakan secara mutlak. Pada umumnya struktur campuran inilah yang berlaku di kebanyakan negara dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi bangsanya.
Ditinjau dari sejarah perkembangannya sejak pendidikan di zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang, struktur organisasi dan administrasi pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan dan perkembangan. Dalam zaman penjajahan Belanda di Indonesia pada permulaan kemerdekaan, Departemen PP dan K  merupakan satu departemen yang meliputi semua urusan pendidikan dari pendidikan dasar sampai kependidikan tinggi, dan meliputi pula pendidikan agama. Kemudian, sesuai dengan perkembangan politik dan pemerintahan serta makin bertambah luas dan banyak urusan pendidikan itu, Departemen  PP dan K dipecah lagi menjadi beberapa departemen, mula-mula dipecah dua departemen/Kementerian PP dan K dan Kementerian Agama. Kemudian Kementerian PP dan K dibagi menjadi Departemen PdanK, Departemen PTIP, dan Departemen Olag Raga dibawah seorang menteri utama.[2]
Dalam struktur Kabinet Ampera yang dibentuk pada tanggal 25 Juli 1966,Ketiga departemen tersebut kemudian disatukan lagi dibawah satu Kementerian yang disebut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan membawahi lima Direktorat Jendral, yaitu Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, Direktorat Jendral PTIP, Direktorat Jendral Olah Raga, Direktorat Jendral urusan Pemuda/Kepramukaan, dan Direktorat Jendral Kebudayaan. Dengan surat Keputusan Presiden nomor 39 tahun 1969, kelima dirjen pada Departemen P dan K itu kemudian digabung lagi menjadi menjadi tiga dirjen,                                  
Yaitu Dirjen Pindidikan ( merupakan gabungan dari Dirjen Pendidikan Dasar dan Dirjen PTIP), Dirjen Olah Raga, Pemuda dan Pramuka, dan Dirjen Kebudayaan.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata usaha, murid-murid dan lain sebagainya, memerlukan adanya suatu organisasi yang baik agar jalan keluarnya sekolah itu lancar menuju kepada tujuannya. Faktor lain yang menyebabkan perlunya organisasi sekolah yang baik ialah karena tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, juga pegawai tata-usaha, pesuruh dan penjaga sekolah, semuanya harus bertanggung jawab dan diikut sertakan dalam menjalankan roda sekolah itu secara keseluruhan. Dengan demikian agar jangan terjadi overlapping (tabrakan) dalam memegang atau menjalankan tugasnya masing-masing, diperlukan organisasi sekolah yang baik dan teratur.[3]
Tenaga kependidikan dinamakan guru, pekerjaan guru bukan hanya mencari nafkah. Mengajar dan mendidik adalah profesi yang memerlukan suatu keahlian khusus serta bakat ataupun minat yang besar. Pekerjaan sebagai pendidik adalah tugas yang bersifat sosial dan amal. Tidak semua orang yang telah menyelesaikan pendidikannya di suatu lembaga pendidikan guru atau sekolah guru dengan sendirinya telah dapat dan suka serta mempunyai minat besar terhadap pekerjaannya sebagi guru. Minat terhadap suatu pekerjaan menimbulkan rasa suka terhadap pekerjaan itu. Karena menyukai pekerjaan itu, maka ia akan berusaha untuk menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Ia akan berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan profesinya sebagai guru. Pengembangan minat dan sikap profesional itu hendaknya merupakan bagian integral dari program kepengawasan (supervisi) yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas  pendidikan lainnya.[4]

                                         PEMBAHASAN.

A.   Struktur Organisasi Tenaga Kependidikan
Organisasi dapat diartikan sebagai pemberian struktur/susunan, terutama dalam penempatan personel, yang dihubungkan dengan garis kekuasaan dan tanggung jawabnya di dalam keseluruhan organisasi. Sunan dan garis-garis kekuasaan serta tanggung jawab itu menentukan bentuk dan sifat organisasi itu secara keseluruhan. Struktur organisasi pendidikan yang pokok ada dua macam, yaitu : sentralisasi dan desentralisasi.
a)         Struktur sentralisasi, di negara-negara yang organisasi pendidikannya memakai struktur sentralisasi, yakni kekuasaan dan tanggung jawab dipusatkan pada suatu badan di pusat pemerintahan, maka pemerintahan daerah kurang sekali atau sama sekali tidak mengambil bagian dalam administrasi apapun. Segala sesuatu mengenai urusan-urusan pendidikan, dari menentukan kebijakan dan perencanaan, penetuan struktur dan syarat-syarat personel, urusan kepegawaian, sampai kepada penyelenggaraan bangunan-bangunan sekolah, penentuan kurikulum, semuanya ditentukan dan ditetapkan oleh dan dari pusat.
Sesuai dengan sistem sentralisasi dalam organisasi pendidikan ini, kepala sekolah dan guru-guru dalam kekuasaan dan tanggung jawabnya, serta dalam prosedur-prosedur pelaksanaan tugasnya sangat dibatasi oleh peraturan-peraturan dan isntruksi-instruksi dari pusat  yang diterimanya melalui hierarchi atasannya. Segala kegiatan yang dilakukan sekolah haruslah sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada, dan setidak-tidaknya telah mendapat izin terlebih dahulu dari pusat sebelum mereka berbuat yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan yang berlaku                                   
Dalam sistem sentralisasi semacam ini, ciri-ciri pokok yang sangat menonjol ialah keharusan adanya uniformitas (keseragaman) yang sempurna bagi seluruh daerah di lingkungan negara itu. Keseragaman itu meliputi hampir semua kegiatan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah yang setingkat dan sejenis.[5]
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sistem sentralisasi yang ekstrem seperti itu banyak mengandung keburukan-keburukan. Adapu keburukan-keburukan yang prinsipal ialah :
1.    Bahwa administrasi yang demikian cendrung kepada sifat otoritar dan birokrasi. Menyebabkan para elaksana pendidikan, baik para pengawas maupunkepala sekolah serta guru-guru, menjadi orang-orang yang pasif dan bekerja secara rutin.
2.    Organisasi dan administrasi berjalan sangat kaku dan disebabkan oleh garis-garis komunikasi antara sekolah dan pusat sangat panjang dan berbelit-belit,sehingga kelancaran penyelesaian persoalan-persoalan kurang dapat terjamin.
3.    Karena terlalu banyak kekuasaan dan pengawasan sentral, timbul penghalang-penghalang bagi insiatif setempat dan mengakibatkan administrasi pendidikan yang biasanya mampu untuk sekedar membawa hasil-hasil pendidikan yang sedang atau sedikit saja.
b)               Struktur Desentralisasi, Dinegara-negara yang organisasi pendidikannya memakai desentralisasi menjajdi tanggung jawab pemerintah daerah. Penyelenggaraan dan pengawasan sekolah-sekolah berada sepenuhnya dalam tangan penguasaan daerah. Campur tangan pusat terbatas pada kewajiban-kewajiban tentang wilayah subsidi,
penyelidikan-penyelidikan pendidikan, nasihat-nasihat dan konsultasi serta program pendidikan bagi orang-orang luar negeri.
Kemudian pemerintah daerah mebagi-bagikan lagi kekuasaannya kepada daerah yang lebih kecil lagi, seperti kabupaten, kecamatan, dan seterusnya, dalam penyelenggaraan dan pembangunan sekolah, sesuai dengan kemampuan, kondisi-kondisi dan kebutuhan masing-masing. Tiap daerah atau wilayah diberi otonomi yang sangat luas, yang meliputi penentuan anggaran biaya, rencana-rencana pendidikan, penetuan personel/guru, gaji guru-guru/pegawai sekolah, buku-buku pelajaran, juga tentang pembangunan, serta pemeliharaan gedung sekolah.
Dengan struktur orgnisasi pendidikan yang dijalankan secara desentralisasi seperti ini, kepala sekolah tidak semata-mata merupakan seorang guru kepala, tetapi seorang pemimpin profesional dengan tanggung jawab yang luas dan langsung terhadap hasil-hasil yang dicapai oleh sekolahnya. Ia bertanggung jawab langsung terhadap pemerintah dan masyarakat setempat. Semua kegiatan sekolah yang dijalankannya mendapat pengawasan dan social-control yang langsung dari pemerintah dan masyarakat setempat. Hla ini disebabkan karena kepala sekolah dan guru-guru adalah petugas-petugas atau karyawan-karyawan pendidik yang dipilih, diangkat, dan diberhentikan oleh pemerintah daerah setempat.[6]
Tentu saja, sistem desantralisasi ada kebaikan dan keburukannya. Beberapa kebaikan yang mungkin terjadi ialah : (1) Pendidikan dan pengajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, (2) Kemungkinan adanya persiangan yang sehat di antara daerah atau wilayah sehinggan masing-masing                              
berlomba-lomba untuk menyelenggarakan sekolah dan pendidikan yang baik, (3) Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan yang lain akan bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh karena dibiayai dan dijamin hidupnya oleh pemerintah dan masyarakat setemapat.
Adapun keburukannya ialah : (1) Karena otonomi yang sangat luas, kemungkinan program pendidikan di seluruh negara akan berbeda-beda. Hal ini dapat menimbulkan kemungkinan perpecahan bangsa, (2) Hasil pendidikan dan pengajaran tiap-tiap daerah atau wilayah sangat berbeda-beda, baik mutu, sifat maupun jenisnya, sehinggan menyulitkan bagi pribadi murid dalam mempraktekan pengetahuan/kecakapannya di kemudian hari dalam masyarakat yang lebih luas, (3) Kepala sekolah, guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan lainnya cendrung untuk menjadi karyawan yang materialistis, (4) Penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan yang diserahkan kepada daerah atau wilayah itu mungkin akan sangat memberatkan beben masyarakat setempat.[7]       
B.   Perencanaan dan Proyeksi
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kegiatan pasti memerlukan wadah yang disebut dengan organisasi. Organisasi atau lembaga itu memungkinkan semua kegiatan dapat direalisasikan dan tercapainya tujuan organisasi yang tidak mungkin dalakukan dengan sendir-sendiri. Selanjutnya kegiatan perlu diorganisasikan, disiapkan, disusun dan dialokasikan kepada para anggota sehingga juan organisasi dapat tercapai  dengan efektif dan efesien dengan cara mendelegasikan wewenang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing yang dikenal dengan job-description.
Dalam menyususn sebuah rencana hendaknya kita tidak boleh melupakan sejarah masa lampau sehingga kegagalan yang pernah terjadi tidak akan terulang di masa-masa yang akan datang. Organisasi sebagai wadah dibagi menjadi empat golongan (Daniel Kats dan Robert L. Khan 1970), yaitu :
a.    Organisasi produktif atau ekonomis (productive or economic organization).
Organisasi ini bertujuan menghasilkan keuntungan materil, karena itu ia menghasilkan barang atau jasa. Yang termasuk di dalamnya seperti perusahaan, travel, kantor pengecara, konsultan dan sejenisnya.
b.    Organisasi pemeliharaan (maintenance organization)
Organisasi ini berfungsi untuk memelihara integritas masyarakat, seperti : rumah sakit, mesjid, gereja, sekolah dan sejenisnya. Pendidikan sebagai maintence organization, oleh Leonar Bocam dijabarkan sebagai transmisi kultural, integrasi sosial, seleksi, alokasi, dan pengembangan individu
c.    Organisasi pengembangan (adaptive organization)
Organisasi ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu, menguju teori-teori atau pendapat dan melakukan research, seperti : lembaga-lembaga penelitian dan universitas.
d.    Organisasi Politik (political organization)
Organisasi ini berfungsi sebagai koordinator kegiatan-kegiatan, pengendali sumber-sumber, orang dan sitem. Yang termasuk dalam organisasi adalah partai politik dan lembaga pemerintah.[8] Namun tidak luput dari pandangan kita bahwa organisasi keagamaanpun sudah terkontaminasi oleh kegiatan-kegiatan politik yang dilakoni oleh tokoh-tokohnya.
 Di dalam organisasi ini semua anggota berintegrasi antara satu sama lainnya untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai. Untuk mewujudkan atau mencapai performan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Pengelolaan organisasi atau wadah ini disebut dengan manajemen. Dalam menjalankan roda organisasi ada beberapa tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan. Fayod menggambarkan fungsi manajemen organisasi sebagai berikut :
a.    Planning (Fungsi perencanaan), yaitu merumuskan kegiatan apa yang dilakukan pada masa yang akan datang.
b.    Organizing (Fungsi pengorganisasian), yaitu membagi dan memisahkan tugas-tugas dan fungsi agar diketahui penanggung jawabnya, pembagian tugas, serta wewenang yang dimiliki oleh invidu yang ada dalam organisasi.
c.    Coordinating ( Fungsi pengkoordinasian), tindakan yang dilakukan
 sesuai dengan keputusan yang diambil untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d.     Controlling ( Fungsi pengawasan), dengan pengawasan atau pengendalian. Pengawasan lebih ditekankan kepada fungsi leading, dan pengendalian lebih ditekankan kepada supervising.[9]
Lembaga pendidikan yang merupakan bentuk organisasi maintenance tentu juga harus tugas dan fungsi manajemen di atas. Diatas unsur pokok dasar manajemen adalah planning. Dalam hal ini para ahli manajemen, baik Fayod, Terry, Siegel dan ahli lainnya sepakat untuk memposisikan planning pada urutan pertama. Karena Planning merupakan proses persiapan organisasi untuk menetapkan apa yang harus dikerjakan pada waktu yang akan datang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[10]
Untuk ketetapan sbuah perencanaan pendidikan, khususnya di negara berkembang, ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan :
a.    Social demand approach (permintaan masyarakat), pada negara berkembang umumnya didasarkan kepada tujuan nasional pendidikan, seperti wajib belajar bagi anak yang berumur 6-11 tahun. Bahkan di Indonesia sudah memasuki wajib belajar sembilan tahun yaitu wajib belajar primary dan middle school. Pendekatan ini sifatnya tradisional yang didasarkan kepada tujuan untuk memahami tuntunan atau permintaan masyarakat yang tidak dapat dielakan. Di Indonesia social demand dilakukan pada fase pembangunan lima tahun kedua yang dimulai pada tahun anggaran 1974/1975,
Sesuai dengan  bunyi pasal 31 Bab XII tentang pendidikan dalan UUD 1945, dengan menitik beratkan pada peningkatan mutu dan perluasan pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan dan memantapkan pelaksanaan wajib belajar serta meningkatkan perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan menengah.[11] Jadi sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mempersiapkan lembaga pendidikan bagi warga negaranya. Dengan menggunakan pendekatan ini maka perencanaan harus menganalisis berbagai proyeksi kebutuhan masa depan sebagai berikut:
1)    Jumlah penduduk kelompok umur 7-12 tahun yang  akan ditampung di SD.
2)    Jumlah lulusan SD yang akan ditampung di SLTP.
3)    Jumlah lulusan SLTP yang akan ditampung di SLTA.
4)    Jumlah guru yang dibutuhkan untuk SD, SLTP, dan SLTA.
5)    Jumlah ruang belajar dan praktek yang diperlukan.
6)    Jumlah buku dan jenis alat peraga.
7)    Jumlah guru bidang studi yang diperlukan.
8)    Pemerataan guru diperkotaan dan pedesaan.
9)    Penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran.
10) Pemberian beasiswa dan tunjungan.
11) Peningkatan mutu tenaga pembina, teknis, dan administrator.
12) Penyempurnaan sistem pengelolaan.
13)      Inovasi teknologi pendidikan.[12]
b.         Manpower approach, adalah pendekatan yang diarahkan kepada usaha memenuhi kebutuhan tenaga kerja nasional.Hal ini menyangkut kebutuhan setiap individu untuk hidup produktif. Karena itu pendidikan harus dapat membuahkan suumber daya manusia yang produktif yang berorientasi pada lapangan kerja.Suatu contoh, industri yang paling cepat pertumbuhannya adalah kimia dan teknologi. Karean itu lembaga pendidikan harus mampu mensuplai tenaga terampil berkwalitas tinggi yang dapat ditampung di perusahaan-perusahaan sejenis itu. Karen itu perencanaan haurs berorintasi kepada jumlah permintaan akan kategori ketrampilan individu yang dibutuhkan. Dalam pendekatan seperti ini, negara berharap supaya lembaga pendidikan dapat mempersiapkan skill untuk pembangunan dalam berbagai sektor pertanian, industri dal lainnya secara profesional.
c.          Rate of return approach, konsep ini timbul karena adanya sekelompok ekonomi neo-klasik yang berpendapat banwa tujuan pendidikan hanya diperuntukan memajukan ekonomi semata. Dan palanning harus memperkirakan jumlah penduduk yang akan dididik untuk mencapai perkembangan ekonomi tertentu.[13] Rate of approach ini diarahkan kepada penentuan investasi dalam dunai pendidikan sesuai dengan hasil keuntungan atau efektivitas yang akan diperolehnya, bukan hanya cost semua pendidikan secara keseluruhan tetapi juga biaya sesuatu jenjang dan jenis pendidikan dengan nilai hasil, seperti kenaikan pendapatan produktifitas dari seseorang yang telah mengeyam pendidikan
Karena itu kit harus menghindari perencanaan kegiatan pendidikan yang tidak produktif guna efiseinsi anggaran.
C.   Proyeksi Tenaga Kependidikan dan Permintaan.
Proyeksi tenaga kependidikan adalah melakukan prediksi atau taksiran kebutuhan (permintaan) dan penawaran (supply) sumber tenaga kependidikan di waktu yang akan datang, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perkiraan perubahan yang mungkin terjadi dalam periode perencanaan tenaga kependidikan dan permintaan :
a.    Perubahan jumlah pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang akan terjadi akaibat meninggal dunia, tidak mampu menjalankan tugas, dan lain-lainnya.
b.    Sistem internal mutasi kepegawaian, seperti pemindahan.
c.    Pemisahan dan pergeseran personil dalam sistem internal mutasi pegawai harus sesuai dengan  struktur organisasi kependidikan yang akan datang. Sementara prediksi tentang jumlah egawai berhenti dan mutasi harus disesuaikan dengan rancangan kebutuhan pegawai secara profesional.[14]
Penyusunan tenaga kependidikan mencakup suatu sistem rancangan aktivitas yang saling berkaitan untuk memenuhi unit dan sistem. Program pengembangan tenaga kependidikan sangat diperlukan untuk menterjemah kebutuhan tenaga kependidikan itu sendiiri. Oleh karena itu penyusunan  tenaga kependidikan adalah memadukan antara supply dan demand sumber tenaga kependidik
Melalui rekrutmen, seleksi, pelatihan, penempatan, pemindahan, promosi dan pengembangn.
D.   Monitoring dan Evaluasi Rencana Tenaga Kependidikan.
Salah satu bukti keberadaan organisasi pendidikan adalah ketentuan/peraturan yang harus dilaksanakan secara terus menerus karena validitas, penilaian dan keselarasan perencanaan akan mempermudah untuk mencapai tujuan.
Monitoring dan evaluasi rencana tenaga kependidikan adalah untuk memberikan feek back terhadap pencapaian sasaran perencanaan tenaga kependidikan, perlu disusun rencana monitoring dan evaluasi serta indikatornya.
Monitoring dan evaluasi atau pengawasan rencana tenaga kependidikan harus memenuhi sebagai berikut :
a.    Bagaimana dasar asumsi-asumsi perencanaan tenaga kependidikan.
b.    Apakah struktur organisasi pendidikan yang dibuat dapat direncanakan dengan efektif.
c.    Apakah jabatan yang diisi sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan.
d.    Apakah langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menerapkan program-program pengembangan sistem personil.
e.    Apakah penyesuaian membutukan perubahan perencanaan.
f.     Apakah jumlah dan kualitas personil telah mencakup.
g.    Apakah penyebaaran keseimbangan personil telah bejalan secara sfektif.[15]
E.   Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapatlah penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.    Organisasi dapat diartikan sebagai pemberian struktur/susunan, terutama dalam penempatan personel, yang dihubungkan dengan garis kekuasaan dan tanggung jawabnya di dalam keseluruhan organisasi. Struktur organisasi ada dua bentuknya, yaitu :
a.    Struktur sentralisasi, di negara-negara yang organisasi pendidikannya memakai struktur sentralisasi, yakni kekuasaan dan tanggung jawab dipusatkan pada suatu badan di pusat pemerintahan, maka pemerintahan daerah kurang sekali atau sama sekali tidak mengambil bagian dalam administrasi apapun.
b.    Struktur Desentralisasi, Dinegara-negara yang organisasi pendidikannya memakai desentralisasi menjajdi tanggung jawab pemerintah daerah.
2.    Perencanaan dan Proyeksi, Organisasi sebagai wadah dibagi menjadi empat golongan (Daniel Kats dan Robert L. Khan 1970), yaitu:
a.    Organisasi produktif atau ekonomis (productive or economic organization).
b.    Organisasi pemeliharaan (maintenance organization)
c.    Organisasi pengembangan (adaptive organization)
d.    Organisasi Politik (political organization)
3.    Proyeksi Tenaga Kependidikan dan Permintaan, Proyeksi tenaga kependidikan adalah melakukan prediksi atau taksiran kebutuhan (permintaan) dan penawaran (supply) sumber tenaga kependidikan di
 waktu yang akan datang, baik secara kuantitas maupun kualitas. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perkiraan perubahan yang mungkin terjadi dalam periode perencanaan tenaga kependidikan dan permintaan :
a.    Perubahan jumlah pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang akan terjadi akaibat meninggal dunia, tidak mampu menjalankan tugas, dan lain-lainnya.
b.    Sistem internal mutasi kepegawaian, seperti pemindahan.
c.    Pemisahan dan pergeseran personil dalam sistem internal mutasi pegawai harus sesuai dengan  struktur organisasi kependidikan yang akan datang.
4.    Monitoring dan Evaluasi Rencana Tenaga Kepdidikan, Monitoring dan evaluasi rencana tenaga kependidikan adalah untuk memberikan feek back terhadap pencapaian sasaran perencanaan tenaga kependidikan, perlu disusun rencana monitoring dan evaluasi serta indikatorny

                                                      Daftar Pustaka
  Ngalim Purwanto.Adminsitrasi Dan Supervisi Pendidikan.Bandung : PT Remaja    
                          Rosdakarya.1991
  Suharsimi Arikunto. Organisasi Dan Administrasi Pendidikan Tehnologi Dan     
                          Kejuruan.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1993.
   Sofyan Safri Harahap. Sitem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Quantum.            
                         2001.
   Iskandar Wiryokusumo. Kumpulan pkiran-pikiran Dalam Pendidikan. Jakarta:   
                          Rajawali Press. 1982.
    Jusuf Enoch Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
                          1995.
     William B. Casteter. The Personal Function in Education Adminstrasi.New
                          York: Mac Millan.Co. Inc,tt.

 1] Nga Purwanto,Adminsitrasi Dan Supervisi Pendidikan,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1991).hal.128.
[2] Ngalim Purwanto,Adminsitrasi Dan Supervisi Pendidikan,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1991).hal.132.
[3] Ibid. Hal.133.
[4] Ngalim Purwanto,Adminsitrasi Dan Supervisi Pendidikan,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1991).hal.156.
           [5] Ngalim Purwanto,Adminsitrasi Dan Supervisi Pendidikan,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2008),Hal.128-129.
             [6] Suharsimi Arikunto, Organisasi Dan Administrasi Pendidikan Tehnologi Dan Kejuruan,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1993), Hal.34-35.
           [7] Suharsimi Arikunto, Organisasi Dan Administrasi Pendidikan Tehnologi Dan Kejuruan,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1993), Hal.130.
[8] Iskandar Wiryokusumo, Kumpulan pkiran-pikiran Dalam Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1982),hal.27.
[9] Sofyan Safri Harahap, Sitem Pengawasan Manajemen, (Jakarta: Quantum, 2001),hal.4
[10] Jusuf Enoch, Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995),hal.1
          [11] Iskandar Wiryokusumo, Kumpulan pkiran-pikiran Dalam Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1986).hal.86.
[12] Jusuf Enoch.op. cit., hal.51
[13] Jusuf Enoch,op cit,.hal.96
            [14] William B. Casteter. The Personal Function in Education Adminstrasi, (New York: Mac Millan.Co. Inc,tt),hal.114
[15] Ibid, hal.123